Di Idulfitri hari kedua, saya yakin anda sudah tidak lagi ngendon dirumah orangtua menyantap lontong opor untuk kesekian kalinya. Anda mungkin sudah berkeliaran kesana-kemari wisata kuliner. Saya tidak mau menyalahkan Pak Bondan Winarno, tapi rasa-rasanya dia ialah salah satu yang bertanggung jawab atas maraknya wisata kuliner. Setiap menit ada saja yang bertanya tempat makan khas kawasan masing-masing di social media.
Jika kita jujur, semenjak kita berangkat mudik, dalam pikiran kita sudah dipenuhi dengan rencana-rencana wisata kuliner. Bahkan sebelum berangkat banyak diantara kita yang surfing di internet dulu khusus untuk menandai tempat-tempat kuliner enak berada.
Suasana Idulfitri alhasil hanya terasa dimalam takbiran dan hari pertama Lebaran. Sebelum dan sesudahnya ialah urusan lidah. Perut bukan lagi yang utama, alasannya ialah kita mampu menahan lapar untuk mengantri dan sebaliknya kita masih mampu menjejalkan kuliner meskipun sudah kenyang demi kuliner yang hanya dapat kita temui setahun sekali.
Ada rasa puas, kecewa dan juga ajaib. Puas kalau kuliner terasa sama enak di pengecap ibarat sepuluh tahun lalu. Kecewa saat ternyata warung sudah diwariskan pemilik sebelumnya ke anaknya dan rasanya berubah tidak seenak sebelumnya. Ajaib saat rasanya tidak karu-karuan tetapi tetap mengantri apapun yang terjadi demi kenangan masa lalu.
Makan ditempat tentu saja tidak cukup. Harus ada yang kita bawa pulang sebagai pengakuan bahwa kita sudah mudik, yaitu oleh-oleh. Nah, bersibuklah kita mencari oleh-oleh, yang berarti urusan kuliner lagi.
Jika dua belas hari kita pulang kampung sebagai jatah cuti perusahaan sedangkan hanya dua hari yang benar-benar kita gunakan untuk Idulfitri sementara sisanya untuk wisata kuliner, maka tidak salah saat salah satu stasiun TV tidak menyebutnya sebagai Idulfitri travel atau pulang kampung tapi malah holiday travel.
www.burselfwoman.com 11 September 2010
www.burselfwoman.com 11 September 2010
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon