Ferry Merak-Bakauheni |
Mudik tahun ini yaitu pengalaman pertama saya menyeberang dari Merak ke Bakauheni. Menaiki ferry jarak bersahabat bukanlah hal yang angker bagi saya, alasannya yaitu saya malah pernah dua kali naik ferry jarak jauh dari pelabuhan Sunda Kelapa ke Batam pp alasannya yaitu penasaran. Sedangkan ferry dengan jarak yang hampir sama dahulu juga sering saya lakukan menyeberangi Singapura-Batam pp alasannya yaitu pekerjaan. Namun rasanya pengalaman naik ferry belum meyakinkan bila belum menyeberangi selat Sunda alasannya yaitu ini mungkin selat domestik tersibuk di Indonesia.
Gate Merak |
Jauh-jauh hari saya sudah memantau terus kondisi pelabuhan Merak lewat TV, BBM dengan teman-teman yang sedang menyeberang dan facebook. Ada 2 sahabat saya yang saya pantau terus-menerus. Seorang terjebak macet selama 19 jam dan seorang lagi selama 17 jam. Terus jelas saya malah lebih bersemangat dibandingkan khawatir. Seperti hendak terlibat dalam kejadian nasional.
Lambung ferry |
Hari itu tanggal 5 September, atau empat hari sehabis Lebaran. Rombongan saya berangkat dari hotel yang terletak 5 menit dari pelabuhan pada jam 6 pagi. Dalam perjalanan ke pelabuhan, saya memborong nasi bungkus Padang yang sepagi itu sudah buka, lengkap dengan air minumnya. Makanan kecil sudah tersedia banyak di mobil.
Kelas Ekonomi |
Begitu masuk pelabuhan, bengonglah saya alasannya yaitu pelabuhan Merak benar-benar kosong melompong. Tidak ada antrian, tidak ada crew TV. Setelah membayar tiket seharga Rp 235.000 untuk satu mobil, melajulah kami di urutan no 3 antrian masuk ferry. Rupanya saya melawan arus, alasannya yaitu pada dikala itu yang ramai meskipun belum hingga macet total yaitu yang dari arah Bakauheni.
Kelas Bisnis |
Dari GPS saya ketahui bahwa jarak tempuh Merak-Bakauheni hanya sekitar 34 menit saja. Tapi alasannya yaitu ferry ini juga memuat truk, kendaraan beroda empat dan sepeda motor, perlu waktu yang sangat usang untuk load and un-load. Crew yang membantu load dan un-load sudah sangat professional, tapi tetap ngeri juga waktu menaikkan kendaraan beroda empat ke dek atas. Yang gres dapat nyetir mungkin dapat nyrempet-nyrempet pembatas yang sempit.
Penyelam koin Merak |
Ada sekitar satu jam menunggu keberangkatan kapal sehabis semuanya siap. Entah apa yang ditunggu. Mungkin penumpangnya kurang banyak. Tapi tidak mengecewakan menyaksikan para penyelam handal yang berebut mengejar koin yang kita lempar ke laut. Hebat ya mereka.
Sayang sekali saya mendapat ferry yang kurang nyaman. Toiletnya sangat jorok sehingga saya terpaksa menahan pipis. Agar lebih nyaman menyeberang, saya-pun masuk kabin ber-AC dan bertempat duduk empuk dengan menambah Rp 7.000 per-orang. Apadaya, dikelas yang diberi judul “kelas bisnis” inipun toilet-nya sangat jorok. Jadilah saya menahan pipis hingga Bakauheni.
Pelabuhan Bakauheni |
Sebenarnya ada alasan lain mengapa saya tidak eksklusif menyebrang saja malam-malam ke Bakauheni. Yaitu alasannya yaitu ingin melihat gunung Krakatau. Ternyata Krakatau jauh sekali dari jalur penyeberangan. Hanya bayangan samar saja yang tampak.
Sampai di Bakauheni, proses un-load lebih cepat dari proses load tadi dan tidak perlu banyak kode dari crew yang tetap professional mengawal hingga keluar ferry. Ternyata pelabuhan Bakauheni lebih anggun dan lebih manusiawi daripada pelabuhan Merak. Untuk penumpang yang tidak membawa kendaraan, disediakan jalan khusus semoga tidak kepanasan dan kehujanan, juga semoga tidak terkena asap kendaraan.
Lalu bagaimana nasib di nasi bungkus Padang tadi? Berhubung tidak sempat kelaparan alasannya yaitu menunggu antrian, nasi bungkus itupun gres dimakan sehabis berjam-jam. Begitu bungkusnya dibuka, kedaluwarsa ikan bumbunya eksklusif menyeruak memenuhi kendaraan beroda empat yang seluruhnya tertutup. Bau anyir ikan mengendap didalam kendaraan beroda empat dan bertahan disana hingga keesokan harinya. Heheee…
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon