“Traveler wanna be” sering saya temukan di bio bawah umur muda. Tapi untuk yang seumuran saya, kalau masih “wanna be”, berangkatnya kapan? Lima atau sepuluh tahun lagi? Emang masih ada kesempatan? Emang fisik masih kuat? Paling-paling masih nyisain satu kali perjalanan haji sebelum uzur. Tapi, Harrison Ford aja sudah kakek-kakek (73 tahun) masih berpengaruh jalan kedalam Taman Nasional Tesso Nilo. Kalau kini masih 40-an tahun, mungkin belum bau tanah banget ya untuk nulis “wanna be a traveler” di bio? Heheheee....
Tapi mengapa “wanna be” terus sih? Enggak pengin ada kemajuan menghilangkan “wanna be”nya? I did! Saya sudah menghilangkan “wanna be” dari bio kira-kira dua tahun yang lalu. Dari semenjak muda saya bahagia keluyuran sendiri, kadang jalan kaki, kadang naik sepeda, kemudian meningkat naik bus ketika kuliah. Apalagi kemudian saya bekerja di sebuah pabrik yang berpusat di Singapura yang memungkinkan saya untuk melaksanakan perjalanan lebih jauh lagi. Tapi kemudian semua harus terhenti sebab takdir yang tak bisa ditolak, yaitu memperlihatkan seluruh waktu untuk keluarga.
Pikiran wacana seorang traveler terus menghinggapi, membayangkan pergi ke tempat-tempat menarik diseluruh dunia, dari mulai hutan belantara, situs peninggalan bersejarah, hingga kota-kota termodern. Iri rasanya melihat teman-teman berburu tiket murah hingga setahun kedepan, merangkai akad untuk menjadi travelmate, mengunggah foto-foto eksotis di blog dan membuat buku laku menyerupai Trinity. Episode Oprah dan sahabatnya menyetir melintasi Amerika utara saya tonton berulang kali. Geli melihat reaksi mereka bertemu dengan koboi yang sebenarnya. Saya bertanya-tanya, apa ya yang mungkin saya temui kalau menyetir dan berhenti di kota-kota kecil dari ujung timur hingga ujung barat Jawa?
Kemudian saya menghentikan pertanyaan-pertanyaan menyerupai itu sebab bila traveler yakni seseorang yang terus-menerus melaksanakan perjalanan bersama backpack-nya, saya tak akan pernah menjadi menyerupai itu. Jadi, bagaimana bila menikmati saja tiap kesempatan melaksanakan perjalanan meski tak bisa berburu tiket murah menyerupai teman-teman. Perjalanan akan lebih berkesan bila kita sempat melihat dan mencicipi perbedaan di tiap tempat, baik pemandangan, kuliner dan kebiasaan orang-orangnya, daripada hanya mengejar foto didepan landmark. Saat itulah saya berhenti memikirkan “a traveler wanna be” dan menikmati setiap perjalanan menyerupai seorang traveler.
Dahulu saya selalu melaksanakan perjalanan bersama keluarga, baik berupa liburan santai, maupun petualangan. Yang paling seru yakni perjalanan keluarga dari Yogyakarta ke Pekanbaru mengggunakan jalan darat selama hampir seminggu melewati sepuluh propinsi. Saya menyetir bergantian dengan suami. Saya menyukai jalan darat, sayang itu hanya bisa membawa saya jalan-jalan antar pulau saja, tidak antar negara.
Belakangan saya mulai melaksanakan perjalanan tanpa keluarga sebagai hasil dari ngeblog ke Jakarta, Solo, Bali dan pedalaman Riau. Yang paling berkesan yakni melihat kerusakan lingkungan akhir kebakaran hutan di Riau. Di Riau, saya diajak masuk jauh kedalam hutan, mendengarkan kesulitan warga, melihat sendiri penebangan kayu ilegal, bahkan berjalan tanpa bantalan kaki dirawa-rawa hingga kaki terbenam dan digigit lintah. Awalnya merasa asing melaksanakan perjalanan sendiri tanpa keluarga bersama orang-orang muda yang bersemangat. Agak absurd bersantai mengurus diri sendiri, serta agak kaku membawa diri agar tidak kelihatan mencolok diantara orang-orang muda.
Tak usang kemudian, saya menikmatinya. Itulah yang saya inginkan selama ini. Mungkin agak sulit menyebut diri traveler bila bepergiannya selalu bersama keluarga. Mungkin agak naif menyebut diri seorang traveler bila bepergiannya selalu merupakan hadiah lomba blog. Mungkin terlalu meremehkan menyebut diri traveler bila tak pernah punya aktivitas atau wishing list tempat-tempat yang akan dikunjungi dalam setahun. Tapi saya menikmati perjalanan tersebut. Bukankah itu yang terpenting?
Selama hidup, saya sudah pernah naik sebagian besar maskapai dalam negeri, termasuk beberapa yang kini sudah tutup. Air Asia yakni maskapai asing yang pertama kali saya naiki dengan rute dalam negeri, dari Pekanbaru ke Bandung. Waktu itu musim Idulfitri dan saya tidak ingin mengambil penerbangan eksklusif ke Jogja untuk mudik. Dibandingkan lewat Jakarta yang sibuk, saya menentukan lewat Bandung sebab selain lebih murah, lebih cocok juga dengan tempat-tempat menariknya.
Di pengalaman pertama itu saya eksklusif terkesan dengan pelayanan Air Asia yang sangat efisien, cepat dan tetap sopan. Selama ini saya hanya melihat beberapa pramugara di sebuah maskapai yang merupakan flag carrier Indonesia, sementara di maskapai lain nyaris tidak ada. Tapi di Air Asia kita bisa menemui banyak pramugara.
Pramugari pramugara Air Asia juga menyesuaikan momen. Jika dimusim liburan, mereka mengenakan seragam kasual sehingga bisa dengan cekatan membantu penumpang yang rata-rata membawa tas berisi baju atau buah tangan lebih banyak, selain untuk membuat suasana santai bagi penumpang. Bahkan ketika kami liburan ke Kuala Lumpur, mereka mengenakan celana jeans dan kaos kerah yang terkesan santai, sporty tapi tetap trendy. Kadang kita jengah sendiri melihat pramugari yang sudah bagus berrok panjang dengan belahan tinggi harus membantu penumpang menaikkan perlengkapan liburan ke kompartemen. Itu tidak terjadi di Air Asia. Suasana liburan bisa dihadirkan.
Traveling dengan keluarga bersama Air Asia. |
Kesan tersebut membuat saya mem-follow akun twitter Air Asia dan menyimak teman-teman saya berburu tiketnya. Saya selalu berharap bisa menggerakkan jari saya untuk ikut berburu tiket. Saat ini saya memang belum bisa ikut berburu meski seringkali harga tiketnya murah luar biasa, tapi saya mulai mencicipi bahwa kesempatan untuk sering traveling makin gampang didapat. Meski ketika ini saya masih mengandalkan lomba blog, saya yakin, bila saatnya tiba, ketika keluarga terbiasa saya tinggal lagi, saya tak akan terlalu bau tanah untuk membuat rangkaian perjalanan sendiri yang lebih jauh. Dan itu hanya mungkin bersama Air Asia melalui promo-promo serunya sebab promo Air Asia juga memasukkan kota-kota populer dunia meski jalur tersebut termasuk jalur padat.
So, to all mommies who want to be a traveler, you’ll never be too old for that. Just keep doing it and Air Asia will help you to make it come true.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon