Bromo ialah salah satu destinasi wisata yang sudah usang masuk wish list keluarga kami. Tapi saya terus-menerus ragu sebab tumpuan saya ialah blog teman-teman traveller yang gagah berani, sedangkan saya membaca soal antri toilet saja eksklusif mundur. Belum lagi membaca perjuangan teman-teman untuk melihat sunrise. Kayaknya sengsara banget gitu ya, malam-malam ngos-ngosan berdesakan mencapai puncak. Mungkin saya sudah melambai ke ambulance di menit-menit pertama.
Namun demikian, rasa ingin tau itu harus dituntaskan demi melihat foto sahabat saya dan ibunya gegulingan di pasir. Nenek-nenek saja bisa, masa saya yang masih pra-nenek takut? Mulailah saya googling tiap hari, mencari cara paling yummy untuk mencapai Bromo. Ya elah! Hahahaaa....
 |
| Tunggu warga Tengger |
Saya mengutak-atik kemungkinan masuk dari Probolinggo dan Pasuruan sebab banyak keluarga yang masuk dari sana sehabis sebelumya menginap dulu di villa. Katanya sih kalau dari Malang kejauhan. Yang pertama saya pegang ialah terima kenyataan diri dan lupakan melihat sunrise, jadi jadwalnya sanggup lebih fleksibel. Tapi sehabis melihat fakta jalan dari Jogja ke Jatim banyak macetnya sebab masih demam isu Lebaran, kami lupakan road trip dan beralih ke kereta api.
Dari kereta, kami mempertimbangkan ke Malang dulu atau ke Batu dulu atau bagaimana. Akhirnya kami putuskan harus ke Bromo dulu. Setelah dari Bromo barulah kami bersantai di Malang dan Batu. Takutnya kalau Bromo terakhir, nanti bermasalah dengan kereta sebab jarak tempuh ke stasiun yang jauh.
 |
| Sarapan ala Desa Ngadas |
Kami juga menghitung-hitung transportasi yang disarankan oleh beberapa blog. Kami merasa kalau disambung ini itu kok ribet. Meskipun kelihatannya murah, tapi sesugguhnya menyerupai itu lebih mahal dan tidak fleksibel kalau planning tempat wisata yang akan dikunjungi cukup banyak. Akhirnya kami putuskan menyewa all in dari turun kereta api hingga naik kereta api lagi sewaktu pulang nanti, termasuk biaya jip atau jeep di Bromo.
Kaprikornus rencananya Jogja ke Bromo menyerupai ini: Jogja - kereta api - Malang - kendaraan beroda empat rental - jip - Bromo - jip - kendaraan beroda empat rental - Malang.
Kami naik kereta api direktur Malioboro Ekspress yang tiketnya murah cuma Rp 225.000,-. Kami berangkat jam 20.45, dan hingga di Malang jam 04.00. Di stasiun Malang, kami disambut oleh sopir kendaraan beroda empat rental yang akan eksklusif mengantar kami Bromo.
Supaya ngirit, kami menentukan avanza saja untuk transportasi antar kota. Yang penting AC wajib adem. Jasa transportasi ini juga untung-untungan sih kami cari di internet, ketemulah Vita Transport, www.vitatransport.co.id, telpon 082 142 543 004 atau 081 333 639 600. Sewa sehari all in belum termasuk jip ialah Rp 350.000,-. Sepertinya kami sanggup diskon sebab menyewa beberapa hari tapi lupa berapa dan kwitansi hilang. Kebetulan waktu dijapri kok pengelolanya menyenangkan dan urusannya cukup mudah. Driver yang diberikan ke kami baik, setirannya enak, nggak banyak bicara tapi segera menawarkan beberapa saran kalau kami galau pengin kemana.
Kebetulan sopirnya orang Tengger, jadi sudah hapal benar kawasan sana. Kami tinggal santai menikmati pemandangan. Ketika matahari sudah terbit dan mungkin yang sedang menyaksikan sunrise sudah bubar, kami hingga di Ngadas untuk berganti jip. Kami diajak kerumah orangtua sopir kami. Entah apakah itu dapur atau ruang tamu, yang terang kami eksklusif disuruh makan. Heheheee.... Ruangannya unik sebab ada tungku penghangat tubuh dan kami duduk mengelilinginya sambil minum teh. Yang paling kami sukai ialah kentang gorengnya. Enak, padahal tanpa bumbu, sebab kentangnya sendiri sudah enak, hasil pertanian lokal. Kami tidak tahu apakah itu serpihan dari paket rental, tapi sebagai orang kota yang jarang makan gratis, kami tetap menawarkan sejumlah uang yang kami rasa pantas untuk menghargai jerih payah ibu yang baik hati tersebut memasak.
Mulailah perjalanan naik jip yang ngeri-ngeri sedap sebab banyak jalan yang rusak dan harus bersaing dengan truk serta jip lain. Banyak juga yang nekad memakai kendaraan beroda empat pribadi, bahkan yang pacaran berboncengan pakai motor matic pun ada. Bisa ditebak, terpaksa si cewek jalan kaki, sedangkan cowoknya mendorong motor biar sanggup keluar dari pasir. Mobil pribadi dengan plat luar kota sering menjadi biang macet sebab mereka belum hapal medan tapi tak mau sabar mengantri.
Tak usang kemudian, sampailah kami di bukit teletubbies, kemudian pasir berbisik. Sungguh ini bukanlah destinasi wisata yang sanggup dijelaskan dengan foto, melainkan harus tiba sendiri kesana supaya sanggup menyaksikan keagungan alam dan penciptanya. Ketika pertama kali tiba, kabut masih menyelimuti. Sempat takut juga kalau tumbukan dengan kendaraan lain sebab sama sekali tidak ada jarak pandang. Kami pasrah saja dengan sopir yang sudah hapal kawasan tersebut.
Kami hingga di parkiran Bromo sudah agak siang. Dan saya eksklusif mematung melihat harus jalan kaki dari parkiran ke gunung yang tak jauh dari situ. Wkwkwkwk.... Akhrinya diputuskanlah naik kuda. Kami meminta sopir mencarikan kuda sebab biasalah takut dimahalin. Jadi, satu kuda itu sewanya Rp 100.000,- pulang pergi dari parkiran ke gunung kemudian kembali ke parkiran. Was-was juga naiknya sebab pengunjung cukup ramai takut nabrak. Kuda ini mengantar kami hingga bersahabat tangga gunung.
Kaprikornus kesudahannya rute Jogja - Bromo jadi menyerupai ini: Jogja - kereta api - kendaraan beroda empat rental - jip - kuda - Bromo - kuda - jip - kendaraan beroda empat rental - Malang.
Asik kan tinggal naik tangga saja hingga puncak? Wait! Tidak semudah itu bagi yang suka mager, sekalipun banyak belum dewasa kecil yang berlarian naik tangga. Saya menentukan belok, makan mie rebus di warung bersahabat situ. Wkwkwkwk....
Dari sana, sopir jip mengantar kami ke gardu pandang untuk melihat Bromo dan perkampungan orang Tengger dari atas. Jalannya cukup sempit untuk kendaraan beroda empat berpapasan. Apalagi diperkirakan yang melihat sunrise berbondong-bondong turun, sedangkan kami gres mau naik. Kaprikornus harus hati-hati. Ada jalan kaki menaiki tangga juga disini dari parkiran tapi sedikit kok. Sungguh menakjubkan! Turun dari gardu pandang, kami sempat membeli gorengan dan berjogetan diiringi musik khas setempat. Kedengarannya sih menyerupai musik-musik orang Banyuwangi tapi entahlah, asik aja sih. Heheheee....
Perjalanan ke Bromo ini menawarkan kesan yang mendalam, kenangan yang ingin kami ulang lagi. Semoga masih diberi rejeki dan umur panjang. Apapun gaya travelling kita, yang utama ialah menikmati. Tak perlu berkecil hati jikalau tak punya foto di puncak menyerupai yang lain.
Dalam perjalanan ke Malang, kami bertemu banyak sekali rombongan anak muda menyewa aneka macam kendaraan dengan memanggul ransel. Mereka bukannya lebih kesiangan daripada saya, melainkan akan mendaki gunung Semeru. Wiiiih keren banget, ya!
Kami hingga sampai di Malang sudah malam sebab jalanan lebih ramai daripada dikala kami berangkat ke Bromo. Kami tidak eksklusif kembali ke Jogja sebab akan menghabiskan 3 hari 2 malam lagi disana.
Baca juga:
Burger Buto Malang
Bakso President Malang
Toko Oen Malang
Eco Green Park Batu
Dalam perjalanan ke Malang, kami bertemu banyak sekali rombongan anak muda menyewa aneka macam kendaraan dengan memanggul ransel. Mereka bukannya lebih kesiangan daripada saya, melainkan akan mendaki gunung Semeru. Wiiiih keren banget, ya!
Kami hingga sampai di Malang sudah malam sebab jalanan lebih ramai daripada dikala kami berangkat ke Bromo. Kami tidak eksklusif kembali ke Jogja sebab akan menghabiskan 3 hari 2 malam lagi disana.
Baca juga:
Burger Buto Malang
Bakso President Malang
Toko Oen Malang
Eco Green Park Batu
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon