Selasa, 09 Oktober 2018

Info Mengkerut Dan Menyusutnya Masakan Cepat Saji

Ketika harga-harga materi masakan merambat naik, maka pilihan bagi pengusaha masakan siap saji ada 2, yaitu menaikkan harga atau mengurangi kualitas dan kuantitas makanan. Jika anda terbiasa berbelanja masakan ke kedai atau warung, menaikkan harga itu gampang saja dan pelanggan sanggup mendapatkan dengan gampang pula alasannya ada komunikasi intensif antara penjual dan pembeli. Penjual akan menjelaskan dengan lugas alasan naiknya harga masakan yang mereka jual, sedangkan pembeli dengan cepat akan memahami. Namun
tidak demikian dengan penjual masakan di mal, apalagi masakan cepat saji.
Di counter masakan dan restoran masakan cepat saji didalam mal, tidak ada pemilik yang menjelaskan kenaikan harga. Store manager juga tidak mempunyai saluran untuk menjelaskan kenaikan harga. Semuanya sudah ada dalam daftar harga, pembeli tinggal memilih, tidak ada pertanyaan atau perdebatan perihal harga. Namun dengan adanya daftar harga, akan menciptakan harga-harga di restoran tersebut tampak lebih mahal dari restoran-restoran pesaing kalau kenaikan harga menjadi satu-satunya pilihan. Maka dari itu tidak semua harga otomatis dinaikkan kalau ada kenaikan harga materi baku makanan. Sebagian sajian dipertahankan dalam harga semula hanya saja kualitas dan kuantitasnya yang diturunkan.
Saya termasuk yang sering makan di mal. Bukan alasannya uang saya banyak, tapi alasannya kepraktisan saja sambil mengurus outlet kerajinan saya disana. Sebenarnya kalau akil menentukan paket-paket promosi, total pengeluaran untuk masakan akan lebih murah daripada memasak sendiri. Namun perlu diingat untuk menghindari masakan sampingan yang menciptakan anggaran masakan membengkak, ibarat es krim, kentang goreng, perkedel dan sejenisnya. Dari situlah saya mengamati ada beberapa jenis masakan mengkerut dan menyusut, ada yang sedikit demi sedikit, ada yang sadis drastis.
Yang termasuk sadis drastis ialah spaghetti disalah satu restoran masakan cepat saji. Spaghetti ini dulunya satu wadah penuh. Sekarang wadahnya tetap sama, tapi isinya tinggal setengahnya. Akibatnya, si wadah tampak kedodoran. Begitu membuka dan isinya hanya sesedikit itu, sayapun tidak sanggup menahan tawa, cekikikan hingga perut kaku. Walhasil spaghetti tersebut tidak pantas masuk dalam daftar sajian masakan utama, melainkan layak disebut cemilan.
Yang termasuk lambat tapi niscaya menyusut ialah sajian cream soup di salah satu restoran cepat saji. Pertama kali masuk daftar menu, cream soup ini sungguh lezat, creamy, ditaburi potongan kecil ayam, disajikan dalam cup besar. Lalu terjadilah proses itu. Pertama-tama volume menyusut menjadi ¾ cup. Diikuti dengan menghilangnya potongan kecil ayam. Kemudian teksturnya mengencer. Terakhir saya beli volumenya tinggal ½ cup. Akhirnya sang wadah juga menjadi kedodoran ibarat wadah spaghetti tadi.
Contoh lain ialah roti yang sudah menasional alasannya baunya yang selalu menyebar kemana-mana, menuntun pengunjung mal untuk menandatangi dan membelinya. Saya jarang membeli roti ini alasannya mal daerah roti ada, letaknya jauh dari rumah. Ketika saya membelinya hari ini, saya tersenyum kecut alasannya tidak sebesar dulu lagi, kira-kira menjadi setengahnya. Rasa asin ibarat mentega juga tidak terlalu terasa. Demikian pula aroma kopinya tidak semerbak dulu. Menurut saya citarasanya menjadi nyaris sama dengan roti elok pada umumnya yang dijual ditoko-toko kebanyakan. Sayang sekali.
Pengusaha masakan berhak melaksanakan apa saja untuk bertahan ditengah kenaikan harga dan persaingan perjuangan yang semakin ketat. Konsumen bersiaplah untuk membayar lebih mahal atau melipatgandakan porsi. Hasil jadinya sama saja, ya. Pengeluaran konsumen meningkat. Fiuh!
www.burselfwoman.com 17 Oktober 2010

Info Mengkerut Dan Menyusutnya Masakan Cepat Saji Rating: 4.5 Diposkan Oleh: anton
Terima kasih sudah berkomentar