Istilah bahwa tangan simbah atau nenek menjadi jaminan enaknya kuliner sesederhana apapun, mungkin ada benarnya. Meskipun beliau-beliau itu menggunakan bumbu yang lebih tradisional dan ringkas, tetap saja rasanya menciptakan kangen. Bahkan lalu ada seloroh bahwa kuliner simbah itu unggul di doa. Ada doa disetiap racikannya.
Beringharjo yang terletak di Jalan Malioboro Yogyakarta ialah tujuan wisata belanja yang dilarang dilewatkan. Umumnya wisatawan mencari oleh-oleh, atau bahkan kulakan batik dan kerajinan. Meskipun demikian, dibagian
belakang pasar ialah daerah orang berjualan macam-macam, diantaranya sayur, beras, kelontong, dan sebagainya, menyerupai umumnya pasar. Dan diantara para pedagang dari depan hingga belakang, dari lantai bawah hingga atas, terselip beberapa simbah yang berjualan kuliner lezat.
Di pintu luar samping, ada simbah yang berjualan sate gajih. Mencarinya mudah, cukup mencari sumber amis sedap yang khas, hasil pembakaran gajih dan kecap bumbu. Sate gajih disini berpotongan besar-besar yang tidak njendal (menjadi lemak beku) jikalau dingin. Gajih artinya lemak, tapi sate gajih yang benar tidak menggunakan lemak sebagai bahan, melainkan lebih akrab dengan sandung lamur, makanya tidak njendal. Jangan tertipu dengan penjual sate gajih yang menggunakan materi lemak. Saya pernah bertemu dengan penjual menyerupai itu tapi ditempat lain, bukan di Beringharjo. Setelah dimakan, lemak lengket di langit-langit verbal hingga berjam-jam. Sungguh tidak nyaman. Ciri sate gajih yang benar ialah tampak transparan sebelum dibakar, sedangkan lemak tampak pekat.
Simbah lain ialah penjual bakpia tanpa merk. Ini agak sulit dicari, sebab menjualnya digendong dikeranjang dan berpindah-pindah. Bedanya dengan yang bermerk ialah rasanya lebih khas, tidak amis materi kimia pembuat kue. Dan ada satu isi yang tidak ada ditoko, yaitu kedelai hitam.
Setelah jajan dan membeli oleh-oleh, saatnya mendatangi simbah yang satu ini untuk makan. Bu Tjip menjual soto daging di lantai 3, akrab dengan para penjual bunga. Tempatnya sederhana dengan kursi kayu. Memasaknya juga masih menggunakan tungku. Tapi dibandingkan dengan soto daging lain yang populer di Jogja, soto ini jauh lebih enak dan segar. Selain soto, masih ada aksesorisnya berupa tempe mendoan, sate telor puyuh dan lain-lain. Lantaran sudah simbah, tidak terpikir hal-hal lain selain si soto itu sendiri, sehingga tidak tersedia minuman menyerupai es teh atau es jeruk. Minumnya air putih atau teh hangat, meskipun cuaca panas. Sekali anda duduk, anda akan merasa menyerupai didapur simbah sendiri. Harganya? Walaaah…. Murah sekenyangnya.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon