Embung Nglanggeran ialah salah satu obyek wisata yang sedang ngehits di Jogja, terutama untuk melihat sunset.
Sudah sering saya melihat foto instagram teman-teman yang keren di Embung Nglanggeran. Pengin kesana sudah usang tapi review yang saya baca selalu menyebutkan jalannya sulit. Lama-lama nggak tahan juga niat mau kesana. Ketika googling, yang ketemu pertama ialah Gunung Api Purba dan eksklusif surut langkah melihat jalur trekking yang terjal dan sempit. Jangankan trekking menyerupai itu, naik tangga saja napas saya putus. Tapi sesudah membaca beberapa artikel, barulah saya paham kalau Embung Nglaggeran dan Gunung Api Purba berada dalam satu daerah ekowisata tapi lokasinya berbeda.
Baca juga: Pantai Drini Gunungkidul
Baca juga: Pantai Drini Gunungkidul
Embung itu artinya tempat penampungan air, semacam waduk. Embung Nglanggeran ini tak jauh dari Jogja. Setelah gapura perbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul yang ada air mancur dan taman kecil dengan goresan pena Geopark itu naik sedikit hingga ketemu sebuah simpang yang sangat ramai. Nanti ada petunjuk saluran ke Nglanggeran di kiri jalan. Dari sana masuk sekitar 9 km. Jalannya mulus tapi tak terlalu lebar, cukup untuk 2 kendaraan bersimpangan. Setelah itu akan ketemu Patuk dimana seluruh stasiun TV di Jogja meletakkan pemancarnya. Dari sana masih naik lagi.
Sebelum hingga Embung, teman-teman akan melewati pintu masuk ke Gunung Api Purba.
Katanya para penjaganya sih, naik hingga puncak cuma 30 menit. Tapi saya sudah terang tidak sanggup, jadi kami bablas ke Embung. Pintu gerbang Embung mustahil terlewat alasannya ialah terang terpampang. Jalannya memang sebagian belum dihaluskan menyerupai review yang saya baca tapi nggak sulit kalau berdasarkan saya. Biasa aja, cuma nggak sanggup ngebut saja. Jalan keluar masuk berbeda, jadi teman-teman jangan salah masuk ya. Plangnya terang banget kok, tapi biasalah tetap ada yang pembangkang alasannya ialah kami berpapasan dengan kendaraan beroda empat plat D dan F yang akan masuk saat kami akan keluar.
Di pintu masuk kami disambut beberapa bapak yang mengenakan surjan lurik khas Jogja. Senangnya. Pengelolaan tiket disini juga transparan dan profesional, yaitu di PRINT. Pengelola daerah wisata sangat serius, bahkan punya akun media umum yang komplit. Di pos tiket tersebut, si bapak mempersilakan kami masuk dengan sopan dan tak lupa mempromosikan panggung dangdut yang sebentar lagi akan mulai. Kawasan ini makin maju sesudah pengelolaannya dipegang sendiri oleh karang taruna setempat. Memang, pengelolaan menyerupai apapun tak akan maju jikalau warga setempat tidak punya rasa memiliki. Ini patut dijadikan contoh.
Menuju Embung Nglanggeran |
Lahan parkir disini sangat luas. Untuk hingga ke embung, kita harus naik tangga dulu alasannya ialah letak embung diatas bukit. Lucu ya? Embung ini diberi pelapis tekstil semoga airnya tidak eksklusif terserap ke bumi alasannya ialah fungsinya untuk penampungan air hujan yang akan dialirkan ke penduduk jikalau trend kering tiba. Letak diatas bukit untuk memudahkan distribusi mengikuti gravitasi bumi. Wilayah selatan DIY memang sering kekeringan di trend kemarau.
Untuk hingga ke puncak, saya harus istirahat berkali-kali, sementara orang lain beberapa kali menyalip saya, dari sesama ibu-ibu hingga bawah umur kecil. Ya sudah, biar saja, yang penting sanggup hingga diatas. Apalagi oksigennya tidak setipis Bromo sehingga saya yakin bisa. Teman-teman jangan salah paham, tangganya tidak terlalu tinggi, saya saja yang punya masalah.
Baca juga: Bukit Indah Resto, Nasi Merah dan Jogja View
Baca juga: Bukit Indah Resto, Nasi Merah dan Jogja View
Saya membayangkan, embung ini indah sekali waktu sunset.
Disana juga ada gazebo untuk leyeh-leyeh. Berhubung hari itu masih dalam suasana mudik, gazebonya sudah dikuasai keluarga-keluarga besar. Heheee....
Dari embung kita keluar melalui jalan yang berbeda juga, ada tulisannya, jangan bandel. Ketika hingga bawah, kita juga melewati warung-warung. Sayangnya warung-warung ini menjual masakan menyerupai sosis bakar, bakso dan mie instan. Coba kalau jualan masakan khas setempat, contohnya gatot, tiwul atau macam-macam kripik ubi, mungkin saya akan beli. Kalau sebangsa sosis dan bakso goreng yang tanpa brand terang tidak pernah saya beli.
Turun dari Embung Nglanggeran |
Di lapangan parkir sudah meriah dengan dangdutan. Penyanyinya pak polisi. Katanya, penonton yang jogetnya paling asik sanggup hadiah. Dekat parkiran juga ada semacam balai teknologi pertanian. Sepertinya sangat menarik, tapi saya sudah kelelahan dan kepanasan. Makara kami putuskan untuk pulang dengan perasaan yang sangat puas dengan obyek wisata yang bersih, tertib dan teratur menyerupai itu.
Semoga tidak berubah ya, supaya teman-teman yang kesana sesudah membaca postingan ini tidak kecewa.
Tiket masuk per orang siang Rp 8.000,-. (kalau malam mungkin beda)
Mobil Rp 5.000,-.
Retribusi daerah per orang Rp 2.000,-.
Website: www.gunungapipurba.com
Facebook: Gunung.Api.Purba.Nglanggeran
Instagram: @gunungapipurba
Twitter: @gunungapipurba
Telpon: 087839634262
Website: www.gunungapipurba.com
Facebook: Gunung.Api.Purba.Nglanggeran
Instagram: @gunungapipurba
Twitter: @gunungapipurba
Telpon: 087839634262
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon