Malam itu, saya dan para akseptor ASEAN Blogger Festival Indonesia 2013 menaiki bus tingkat wisata Werkudoro berkeliling kota Solo. Naik Werkudoro itu paling yummy ditingkat atas sebab atapnya dapat dibuka sehingga udara Solo dapat kami hirup dengan lega. Berhubung malam, kami tidak dapat mengantisipasi pohon-pohon di kanan kiri jalan yang rindang sebab tidak kelihatan. Akibatnya beberapa akseptor yang duduk dipinggir ketapuk (tertampar) ranting pohon yang menjulur ke jalan. Bukannya kesakitan, yang ketapuk malah tertawa ngakak bersama akseptor lain yang menyaksikan.
Diatas bus Werkudoro tanpa atap. Ketapuk ranting pohon tapi happy. :D |
Kota Solo tidak terlalu luas, kendaraan cukup padat sedangkan jalan tidak selebar jalan-jalan di Sumatra. Belum lagi banyak jalan dan gang sempit sebagai penghubung antara jalan-jalan utama atau shortcut. Melihat kondisi kota yang ibarat itu, saya yang terbiasa melihat jalan yang lurus dan lebar di Sumatra jadi pusing sekaligus deg-degan kalau ada yang tersenggol bus.
Tapi kemudian kami semua memperhatikan bahwa selama di Solo kami jarang mendengar klakson. Memangnya enggak macet? Oh, macet dong, terutama saat memasuki alun-alun yang ibarat pasar malam kalau malam minggu. Bahkan bus Werkudoro sempat berhenti agak usang sewaktu akan memasuki alun-alun sebab berpapasan dengan sebuah sepeda motor dan mobil. Apa yang dilakukan oleh sopir bus? Rem, membisu dan tunggu.
Bus Werkudoro siap membawa kita berkeliling Solo. |
Hasil dialog itu kemudian saya buktikan di siang hari saat saya becak-becakan (naik becak). Memang benar, meski becaknya ngebut dan ngepot melewati jalan sempit, tapi tak terdengar klakson dari kendaraan lain. Jika kebetulan harus antri untuk jalan, ya mereka menunggu. Ini inovasi kecil yang jadi istimewa sebab di kota-kota lain tidak demikian.
Di kota pelajar saja saya pernah dipelototi anak muda yang mau memotong jalan tapi belum ada kesempatan sebab terhalang kendaraan beroda empat saya, sedangkan kendaraan beroda empat saya terhalang kendaraan beroda empat lain. Di kota saya sendiri di Sumatra ini , saya pernah diacungi jari tengah oleh seseorang sebab usang gres dapat menyalip saya, meskipun tahu didepan saya ada tukang sayur yang dengan lambat mengendarai sepeda motornya. Belum lagi klakson yang eksklusif "berteriak-teriak" pada detik pertama saat lampu kemudian lintas berubah hijau.
Jalanan Solo yang padat. |
Kata guru saya dulu, negara yang paling jarang membunyikan klakson itu ialah Jepang. Mungkin Solo menjadi kota di Indonesia yang paling jarang terdengar bunyi klakson. Klakson itu hanya simbol dari abjad orang yang membunyikannya. Jadi, saya dapat menyimpulkan sebagian besar masyarakat Solo sudah sadar antri di jalanan.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon