Dokumen pribadi: Danau Toba dari arah Parapat |
Di lomba ini saya akan membagi apa yang saya ingat dan rasakan ketika melaksanakan perjalanan dari Pekanbaru ke Danau Toba (Parapat) melalui jalan darat. Tentang visual, alasannya saya sudah berkomitmen untuk hanya memuat foto-foto sendiri, bukan copasan atau kontribusi dari blog lain, maka saya telah menemukan meski sangat sedikit foto yang sudah sempat ter publish di blog atau akun media umum lainnya dengan ukuran kecil.
Jangan Lewatkan Jalan Darat
Jika memungkinkan, saya selalu mengutamakan jalan darat alasannya saya suka melihat-lihat segala sesuatu yang berbeda sepanjang jalan, baik rumah, pemandangan, orang-orang bahkan cara menyeberang jalan pun sanggup unik. Ini sesuai dengan tema blog saya "Slow Travel". Dari Pekanbaru kami berangkat berempat, dua orang berilmu balig cukup akal dan dua anak-anak. Kami tidak eksklusif menuju Sumatra Utara, tapi menginap sehari di Duri alasannya ada sedikit pekerjaan. Kami berangkat dari Duri jam 06.00, mengikuti jalan Raya Lintas Sumatra, dan hingga di Parapat jam 20.00. Total jarak yang kami tempuh yaitu 550 km.
Dokumen pribadi: pohon sawit bau tanah berjajar rapi sepanjang jalan Raya Lintas Sumatra, Sumatra Utara |
Mengapa harus jalan darat? Karena pemandangannya sungguh-sungguh indah. Jalan rusak di wilayah Riau cukup banyak dan panjang, malah sempat off road. Tapi bagi kami, itu tidak pernah menjadi perusak suasana alasannya perhatian kami selalu ke hutan-hutan sawit yang tak putus-putus, kebun-kebun nanas, kebun karet dan pertanyaan-pertanyaan dimana kiranya para pekebun itu tinggal. Rumah masih sangat jarang, bahkan kami temukan satu mesjid anggun yang sedang dibangun out of nowhere, tak ada satu rumah pun hingga berkilo-kilo meter. Dugaan kami, rumah penduduk mungkin malah tidak jauh tapi tak tampak alasannya berada dibalik tanaman perkebunan.
Sedangkan jalan-jalan di wilayah Sumatra Utara lebih mulus, meski ada sepotong jalan yang rusak parah sampai-sampai kami kita peta google telah menciptakan kami tersesat. Pemandangan di Sumatra Utara juga lebih hijau. Kebetulan sepanjang jalan ada beberapa pesta pernihakan yang tampaknya sangat seru tapi hanya sanggup kami intip dari jauh.
Banyak kisah akan terus-menerus menjadi perbincangan keluarga jauh sehabis perjalanan itu selesai. Perjalanan darat menunjukkan persediaan kisah menarik yang sangat banyak.
Jangan Tidur Sepanjang Jalan
Jika bepergian jarak jauh melalui darat, banyak yang melakukannya di malam hari, biar sanggup hingga ditujuan pada pagi hari dan segera beraktivitas. Hemat waktu dan biaya. Tapi saya selalu memilik melaksanakan perjalanan ketika ada matahari. Selain lebih kondusif alasannya bersama anak-anak, juga momen sepanjang jalan itu yang sama berharganya dengan daerah wisata yang menjadi tujuan kita. Meski sebagai navigator sekalipun atau duduk di samping sopir, jangan habiskan waktu dengan tidur sepanjang jalan. Nikmati semua yang ada di sepanjang jalan.
Di wilayah Riau, kita akan melihat perkebunan sawit produktif yang amat luas. Kegiatan penebangan kayu juga marak. sepanjang jalan kita akan beriringan dan berpapasan dengan truk-truk raksasa pengangkut sawit, CPO dan kayu balak. Truk-truk raksasa inilah yang merusak jalan. Truk kayu balak yaitu yang paling menakutkan alasannya tumpukan mereka sangat tinggi. Jika tidak berhati-hati, sanggup saja truk-truk itu terbalik dan menimpa kendaraan beroda empat disebelahnya.
Mendekati perbatasan juga tampak sedikit perkebunan nanas dan rotan. Nanas Riau berbeda dengan nanas Jawa yang manis segar dengan warna orange. Nanas Riau berwarna pucat dan keras, sangat lezat dimasak rendang. Bahkan ketika saya tinggal di Kepulauan Riau dulu, rendang nanas yaitu lauk wajib hidangan pesta janji nikah di kampung-kampung.
Memasuki Sumatra Utara, perkebunan sawit juga sangat luas tapi dengan tampilan yang beda. Pohon-pohon sawit di Sumatra Utara sudah banyak yang bau tanah dan tidak produktif. Namun pohon-pohon itu dipertahanakan sebagai perindang jalan. Selain jalan abadi alasannya tak lagi dilewati truk raksasa, pohon-pohon sawit menjadi pemandangan yang menentramkan, hijau dan rapi menyerupai baris. Di wilayah ini terdapat pula pohon karet.
Yang unik di perbatasan Riau dan Sumatra Utara ini yaitu papan-papan nama Jawa. Yaaa... disinilah terdapat pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatra). Meski papan-papan namanya banyak yang berunsur Jawa, tapi secara umum dikuasai sudah tidak sanggup berbahasa Jawa dan enggan jikalau ditanya asal Jawanya.
Setelah mampir sebentar di Pematang Siantar untuk membeli Roti Ganda yang populer dengan srikayanya itu, kami mulai mendekati Parapat. Hari sudah gelap. Lalu turunlah hujan deras! Jalanan menjadi makin gelap dan sulit dilihat. Perjalanan menjelma petualangan. Kanan-kiri jalan berupa hutan dengan pohon-pohon yang sangat tinggi. Tiap kali lampu kendaraan beroda empat menyorot pohon-pohon itu, kami seakan kurcaci dinegara para raksasa yang angker. Kami maju terus dengan yakin berada di rute yang benar.
Danau Toba itu sangat luas menyerupai laut. Saking luasnya, danau Toba mencakup beberapa kabupaten. Parapat hanyalah salah satu sisi kecil dari Danau Toba, tapi populer alasannya merupakan resor. Seperti umumnya resor, Parapat dilengkapi dengan akomodasi hotel, atraksi dan pasar wisata.
Jangan Salah Pilih Hotel
Meski tidak selalu menginap di hotel berbintang, tapi menentukan dan memesan hotel selalu kami lakukan sebelum bepergian, alasannya kami selalu bersama anak-anak. Fasilitas yang kami usahakan ada yaitu air panas untuk mandi dan kolam renang. Memilih hotel di daerah resor sedikit berbeda dengan di kota. Biasanya di hari libu harga kamar melambung tapi fasilitasnya tidak semodern menyerupai hotel-hotel di kota.
Kami memesan kamar disebuah hotel berbintang yang dilihat dari foto-fotonya sangat menarik. Tapi begitulah foto iklan, kadang jauh dari harapan. Hotel tersebut terletak jauh di atas bukit. Mungkin jikalau niatnya bulan madu, akan sesuai melihat pemandangan danau Toba yang dahsyat dari jendela kamar. Tapi bersama anak-anak, yang utama yaitu main. Selain itu, hotel yang sangat besar dan dihalamannya telah terparkir beberapa bus rombongan ini tidak dijaga bellboy atau satpam. Sambil tengok kanan kiri mencari meja resepsionis, saya eksklusif tidak lezat hati. Hotel tanpa petugas-petugas menyerupai ini meskipun berbintang, biasanya dikelola oleh administrasi keluarga. Dijamin SOPnya tidak diikuti dengan disiplin.
Kami balik lagi ke kendaraan beroda empat dan saya cepat-cepat browsing mencari nomer telepon hotel lain. Dengan harga yang hanya selisih sedikit, saya membooking kamar di hotel Inna Parapat, di Jl. Marihat 1, telepon 0625-41012/41018, dan meminta operatornya untuk memandu kami menuju hotel tersebut. Pesanan di hotel yang tadi kami batalkan melalui telepon daripada kami susah-susah mencari meja resepsionisnya. Rasanya bahagia bukan main alasannya ternyata hotel ini terletak di tepi danau Toba persis.
Pagi merekah dan bawah umur histeris begitu keluar kamar. Danau Toba yang menakjubkan! Anugerah Allah yang maha sempurna. Mereka segera berhambur ke danau dan berendam. Begitu pula siang dan sorenya. Berendam dan berendam lagi. Tidak hanya anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu ikut berenang dan bermain air di Danau Toba yang sejuk. Hotel ini telah menciptakan satu area pasir putih yang mengakibatkan tempat bermain air itu kelihatan bersih. Entah darimana mereka mengambil pasir putih itu. Untuk keamanan, petugas telah memasang pelampung mengelilingi area itu dan pengunjung dihentikan melampaui batas kondusif tersebut.
Dengan sewa kamar peak season Rp 750.000 per malam beberapa tahun kemudian untuk kamar yang higienis dan luas, termasuk sarapan pagi dan makan malam, kami puas. Belum lagi sarapan dengan lauk ikan pora-pora yang terkenal, sejenis dengan ikan bilih di Danau Singkarak, Sumatra Barat. Bagi pecinta kopi, kopi mandailing akan rugi jikalau terlewatkan. Tapi yang utama yaitu alasannya jalan masuk tanpa batas ke Danau Toba tadi.
Jangan Sia-siakan Waktu
Kami hanya merencanakan dua malam satu hari di Parapat sebelum melanjutkan perjalanan ke Medan. Maka tidak sanggup tidak, kami harus ke Samosir. Ada angkutan ferry dari pelabuhan Ajibata, tak jauh dari hotel. Tapi dengan pertimbangan harus irit energi untuk menyetir ke Medan dan kembali ke Pekanbaru, kami memutuskan untuk menyewa speedboat dari hotel dan menentukan paket termurah ke Tomok dengan tarif Rp 400.000. Speedboat tidak berangkat dari Ajibata tapi dari pelabuhan mini milik hotel juga.
Sama halnya Danau Toba yang luas, Pulau Samosir juga tidak sanggup dijelajahi dalam satu hari saja. Ada beberapa wilayah yang biasa dikunjungi para wisatawan. Tomok hanya salah satunya saja dan yang paling akrab dengan Parapat. Saya belum dongeng tadi bahwa satu hal yang paling mengesankan dari orang Batak yang saya jumpai sepanjang perjalanan ini yaitu bahwa mereka sangat ramah dan lucu, tidak galak menyerupai pengacara-pengacara itu. Meski bahasa beda, kehangatan serasa dikampung sendiri.
Di Tomok, kami mengunjungi dua kompleks makam. Seluruhnya ada tiga kompleks sih. Di makam yang pertama, kompleksnya sangat sederhana dan guide-nya sangat sabar. Kami duduk mendengarkan ceritanya dengan patuh menyerupai murid sekolah. Dia menceritakan dari mulai kepercayaan animisme hingga datangnya orang-orang Aceh. (Maaf tidak sanggup dongeng banyak, alasannya dokumentasi berupa video para guide juga ikut diambil perampok). Apakah kita harus membayar guide ini? Saya tidak pernah menjawab pertanyaan menyerupai itu. Seharusnya kita punya pengertian saja. Meskipun tidak minta, beri saja sukarela sebagai ganti informasi yang sangat berharga. Kami kemudian memutuskan mengajak guide ini untuk keliling Tomok.
Guide ini mengajak kami menembus pasar seni menuju Museum Batak. Museum sederhana tapi higienis dan terawat ini menyimpan banyak sekali artefak penanda jaman perkembangan masyarakat Batak di Tomok. Sebenarnya disana juga disediakan baju adab Batak jikalau kita ingin berfoto ala orang Batak, sayang kami tak cukup waktu.
Kemudian kami dibawa ke komplek pemakaman Raja Sidabutar. Berhubung guide kami tadi sudah kenal dengan petugas makam, maka kami sanggup masuk terlebih dahulu dengan mengenakan ulos. Ulos untuk pria dan wanita ternyata dibedakan. Tidak menyerupai di makam pertama yang laksana kelas privat, disini kami menyimak sejarah makam bersama rombongan lain. Guide pemakanan itu sangat lucu. Meski obyeknya yaitu pemakanan dan ceritanya penuh darah, kami justru terpingkal-pingkal dibuatnya.
Setelah itu kami melewati kompleks pemakanan ketiga. Sayangnya kami tidak sanggup melihat boneka Sigale-gale dan menari tor-tor bersamanya. Tapi gantinya menciptakan saya hampir menangis senang. Tiga anak tiba-tiba berjajar menari tor-tor diiringi rekaman musik. Lalu tiba lagi lain.... kemudian tiba lagi... dan tiba lagi, membentuk barisan panjang dan menarik bersama. Kami menyerupai terbius dan perlahan duduk di dingklik panjang didepan bawah umur itu. Selesai menari, saya memberi bawah umur itu uang masing-masing seribu rupiah dan mereka bahagia bukan main.
Dalam perjalanan balik ke hotel, pengemudi speedboat mengajak kami mengelilingi satu bab danau sebentar. Di sebuah kerikil yang menggantung memanjang ditebing dan memang disebut sebagai Batu Gantung, ia menceritakan legenda kerikil itu. Katanya itu yaitu jelmaan seorang gadis yang bunuh diri alasannya dijodohkan dengan saudaranya, sementara ia sudah menyayangi orang lain. Tragis juga ya ceritanya.
Besoknya, kami menuju teladas Sipiso-piso yang sangat tinggi. Dari Sipiso-piso kita juga sanggup melihat Danau Toba. Kaprikornus dari Parapat ke Sipiso-piso menyerupai melipir danau saja. Daerah ini berbeda dengan Parapat alasannya merupakan daerah perkebunan sayur yang subur. Waktu itu sedang panen wortel.
Menjelajahi Danau Toba memang tidak sanggup sehari atau dua hari saja. Yang telah saya kunjungi hanya sebagaian dan alasannya sudah terkenal. Masih banyak kekayaan nusantara yang harus kita ceritakan, menyerupai yang telah dikumpulkan situs indonesia.travel. Sebenarnya, Indonesia disayang Allah dengan dianugerahi kekayaan yang indah menyerupai itu. Wonderful Indonesia!
Jangan Lupa Bawa Kenang-kenangan
Bagi saya, sebetulnya kenang-kenangan itu tidak harus berbentuk benda menyerupai gantungan kunci atau kaos. Terlebih alasannya saya tidak terlalu sukan belanja. Cerita yaitu kenang-kenangan yang saya anggap paling berharga. Karena itu, jikalau ke Parapat, wajib menyiapkan smartphone dan powerbanknya, kamera dan lensanya dan juga handycam jikalau punya. Smartphone dan kamera kini sudah dilengkapi dengan video recorder, tapi saya masih mantap menggunakan handycam.
Namun demikian, demi pergaulan bawah umur dan menyenangkan orangtua, karenanya membeli beberapa barang juga di pasar seni. Anak-anak memborong pena dan gantungna kunci untuk teman-temannya. Saya membeli kaos dan tas untuk orangtua. Anak-anak juga membeli topi rajut di lokasi teladas Sipiso-piso.
Kenangan yang terbawa dari perjalanan darat nekad dari Pekanbaru ke Parapat, Danau Toba, itu masih membekas di hati kami hingga sekarang. Anak-anak selalu menanyakan, kapan kami kesana lagi. Karena kesibukan dan kesehatan, kami tidak kembali lagi kesana hingga sekarang. Kami masih mengharapkan kesempatan untuk kembali kesana lagi.
Jika teman-teman ingin mencicipi sendiri keindahan, kemegahan dan kehangatan Danau Toba tapi tidak cocok dengan cara saya melaksanakan perjalanan, masih banyak alternatif yang sanggup dicoba, contohnya yang sanggup teman-teman baca disini.
Horas majua-jua!
Sedangkan jalan-jalan di wilayah Sumatra Utara lebih mulus, meski ada sepotong jalan yang rusak parah sampai-sampai kami kita peta google telah menciptakan kami tersesat. Pemandangan di Sumatra Utara juga lebih hijau. Kebetulan sepanjang jalan ada beberapa pesta pernihakan yang tampaknya sangat seru tapi hanya sanggup kami intip dari jauh.
Banyak kisah akan terus-menerus menjadi perbincangan keluarga jauh sehabis perjalanan itu selesai. Perjalanan darat menunjukkan persediaan kisah menarik yang sangat banyak.
Jangan Tidur Sepanjang Jalan
Dokumen pribadi: jalan menuju Parapat dari arah timur |
Di wilayah Riau, kita akan melihat perkebunan sawit produktif yang amat luas. Kegiatan penebangan kayu juga marak. sepanjang jalan kita akan beriringan dan berpapasan dengan truk-truk raksasa pengangkut sawit, CPO dan kayu balak. Truk-truk raksasa inilah yang merusak jalan. Truk kayu balak yaitu yang paling menakutkan alasannya tumpukan mereka sangat tinggi. Jika tidak berhati-hati, sanggup saja truk-truk itu terbalik dan menimpa kendaraan beroda empat disebelahnya.
Mendekati perbatasan juga tampak sedikit perkebunan nanas dan rotan. Nanas Riau berbeda dengan nanas Jawa yang manis segar dengan warna orange. Nanas Riau berwarna pucat dan keras, sangat lezat dimasak rendang. Bahkan ketika saya tinggal di Kepulauan Riau dulu, rendang nanas yaitu lauk wajib hidangan pesta janji nikah di kampung-kampung.
Memasuki Sumatra Utara, perkebunan sawit juga sangat luas tapi dengan tampilan yang beda. Pohon-pohon sawit di Sumatra Utara sudah banyak yang bau tanah dan tidak produktif. Namun pohon-pohon itu dipertahanakan sebagai perindang jalan. Selain jalan abadi alasannya tak lagi dilewati truk raksasa, pohon-pohon sawit menjadi pemandangan yang menentramkan, hijau dan rapi menyerupai baris. Di wilayah ini terdapat pula pohon karet.
Yang unik di perbatasan Riau dan Sumatra Utara ini yaitu papan-papan nama Jawa. Yaaa... disinilah terdapat pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatra). Meski papan-papan namanya banyak yang berunsur Jawa, tapi secara umum dikuasai sudah tidak sanggup berbahasa Jawa dan enggan jikalau ditanya asal Jawanya.
Setelah mampir sebentar di Pematang Siantar untuk membeli Roti Ganda yang populer dengan srikayanya itu, kami mulai mendekati Parapat. Hari sudah gelap. Lalu turunlah hujan deras! Jalanan menjadi makin gelap dan sulit dilihat. Perjalanan menjelma petualangan. Kanan-kiri jalan berupa hutan dengan pohon-pohon yang sangat tinggi. Tiap kali lampu kendaraan beroda empat menyorot pohon-pohon itu, kami seakan kurcaci dinegara para raksasa yang angker. Kami maju terus dengan yakin berada di rute yang benar.
Danau Toba itu sangat luas menyerupai laut. Saking luasnya, danau Toba mencakup beberapa kabupaten. Parapat hanyalah salah satu sisi kecil dari Danau Toba, tapi populer alasannya merupakan resor. Seperti umumnya resor, Parapat dilengkapi dengan akomodasi hotel, atraksi dan pasar wisata.
Jangan Salah Pilih Hotel
Dokumen pribadi: Hotel Inna Parapat |
Kami memesan kamar disebuah hotel berbintang yang dilihat dari foto-fotonya sangat menarik. Tapi begitulah foto iklan, kadang jauh dari harapan. Hotel tersebut terletak jauh di atas bukit. Mungkin jikalau niatnya bulan madu, akan sesuai melihat pemandangan danau Toba yang dahsyat dari jendela kamar. Tapi bersama anak-anak, yang utama yaitu main. Selain itu, hotel yang sangat besar dan dihalamannya telah terparkir beberapa bus rombongan ini tidak dijaga bellboy atau satpam. Sambil tengok kanan kiri mencari meja resepsionis, saya eksklusif tidak lezat hati. Hotel tanpa petugas-petugas menyerupai ini meskipun berbintang, biasanya dikelola oleh administrasi keluarga. Dijamin SOPnya tidak diikuti dengan disiplin.
Kami balik lagi ke kendaraan beroda empat dan saya cepat-cepat browsing mencari nomer telepon hotel lain. Dengan harga yang hanya selisih sedikit, saya membooking kamar di hotel Inna Parapat, di Jl. Marihat 1, telepon 0625-41012/41018, dan meminta operatornya untuk memandu kami menuju hotel tersebut. Pesanan di hotel yang tadi kami batalkan melalui telepon daripada kami susah-susah mencari meja resepsionisnya. Rasanya bahagia bukan main alasannya ternyata hotel ini terletak di tepi danau Toba persis.
Dokumen pribadi: kopi Hotel Inna Parapat |
Dokumen pribadi: sarapan Hotel Inna Parapat lauk ikan pora-pora |
Jangan Sia-siakan Waktu
Dokumen pribadi: Danau Toba yang sedalam laut |
Sama halnya Danau Toba yang luas, Pulau Samosir juga tidak sanggup dijelajahi dalam satu hari saja. Ada beberapa wilayah yang biasa dikunjungi para wisatawan. Tomok hanya salah satunya saja dan yang paling akrab dengan Parapat. Saya belum dongeng tadi bahwa satu hal yang paling mengesankan dari orang Batak yang saya jumpai sepanjang perjalanan ini yaitu bahwa mereka sangat ramah dan lucu, tidak galak menyerupai pengacara-pengacara itu. Meski bahasa beda, kehangatan serasa dikampung sendiri.
Di Tomok, kami mengunjungi dua kompleks makam. Seluruhnya ada tiga kompleks sih. Di makam yang pertama, kompleksnya sangat sederhana dan guide-nya sangat sabar. Kami duduk mendengarkan ceritanya dengan patuh menyerupai murid sekolah. Dia menceritakan dari mulai kepercayaan animisme hingga datangnya orang-orang Aceh. (Maaf tidak sanggup dongeng banyak, alasannya dokumentasi berupa video para guide juga ikut diambil perampok). Apakah kita harus membayar guide ini? Saya tidak pernah menjawab pertanyaan menyerupai itu. Seharusnya kita punya pengertian saja. Meskipun tidak minta, beri saja sukarela sebagai ganti informasi yang sangat berharga. Kami kemudian memutuskan mengajak guide ini untuk keliling Tomok.
Dokumen pribadi: Ferry besar yang menyerupai titik ditengah danau Toba |
Kemudian kami dibawa ke komplek pemakaman Raja Sidabutar. Berhubung guide kami tadi sudah kenal dengan petugas makam, maka kami sanggup masuk terlebih dahulu dengan mengenakan ulos. Ulos untuk pria dan wanita ternyata dibedakan. Tidak menyerupai di makam pertama yang laksana kelas privat, disini kami menyimak sejarah makam bersama rombongan lain. Guide pemakanan itu sangat lucu. Meski obyeknya yaitu pemakanan dan ceritanya penuh darah, kami justru terpingkal-pingkal dibuatnya.
Setelah itu kami melewati kompleks pemakanan ketiga. Sayangnya kami tidak sanggup melihat boneka Sigale-gale dan menari tor-tor bersamanya. Tapi gantinya menciptakan saya hampir menangis senang. Tiga anak tiba-tiba berjajar menari tor-tor diiringi rekaman musik. Lalu tiba lagi lain.... kemudian tiba lagi... dan tiba lagi, membentuk barisan panjang dan menarik bersama. Kami menyerupai terbius dan perlahan duduk di dingklik panjang didepan bawah umur itu. Selesai menari, saya memberi bawah umur itu uang masing-masing seribu rupiah dan mereka bahagia bukan main.
Dalam perjalanan balik ke hotel, pengemudi speedboat mengajak kami mengelilingi satu bab danau sebentar. Di sebuah kerikil yang menggantung memanjang ditebing dan memang disebut sebagai Batu Gantung, ia menceritakan legenda kerikil itu. Katanya itu yaitu jelmaan seorang gadis yang bunuh diri alasannya dijodohkan dengan saudaranya, sementara ia sudah menyayangi orang lain. Tragis juga ya ceritanya.
Besoknya, kami menuju teladas Sipiso-piso yang sangat tinggi. Dari Sipiso-piso kita juga sanggup melihat Danau Toba. Kaprikornus dari Parapat ke Sipiso-piso menyerupai melipir danau saja. Daerah ini berbeda dengan Parapat alasannya merupakan daerah perkebunan sayur yang subur. Waktu itu sedang panen wortel.
Menjelajahi Danau Toba memang tidak sanggup sehari atau dua hari saja. Yang telah saya kunjungi hanya sebagaian dan alasannya sudah terkenal. Masih banyak kekayaan nusantara yang harus kita ceritakan, menyerupai yang telah dikumpulkan situs indonesia.travel. Sebenarnya, Indonesia disayang Allah dengan dianugerahi kekayaan yang indah menyerupai itu. Wonderful Indonesia!
Jangan Lupa Bawa Kenang-kenangan
Dokumen pribadi: Pasar wisata Tomok, Samosir |
Namun demikian, demi pergaulan bawah umur dan menyenangkan orangtua, karenanya membeli beberapa barang juga di pasar seni. Anak-anak memborong pena dan gantungna kunci untuk teman-temannya. Saya membeli kaos dan tas untuk orangtua. Anak-anak juga membeli topi rajut di lokasi teladas Sipiso-piso.
Kenangan yang terbawa dari perjalanan darat nekad dari Pekanbaru ke Parapat, Danau Toba, itu masih membekas di hati kami hingga sekarang. Anak-anak selalu menanyakan, kapan kami kesana lagi. Karena kesibukan dan kesehatan, kami tidak kembali lagi kesana hingga sekarang. Kami masih mengharapkan kesempatan untuk kembali kesana lagi.
Jika teman-teman ingin mencicipi sendiri keindahan, kemegahan dan kehangatan Danau Toba tapi tidak cocok dengan cara saya melaksanakan perjalanan, masih banyak alternatif yang sanggup dicoba, contohnya yang sanggup teman-teman baca disini.
Horas majua-jua!
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon